TEOLOGI EKOLOGI
B A B I
EKOLOGI, EKOSISTEM DAN
LINGKUNGAN HIDUP
Ekologi
Istilah ekolologi pertama kali digunakan oleh Haeckel, seorang ahli Ilmu Hayat pada tahun 1860. Ekologi berasal dari kata Yunani : oikos & logos. Oikos artinya rumah; logos artinya kata, ilmu. Secara harafiah ekologi berarti Ilmu yang mempelajari tentang mahluk hidup dalam “rumah”nya atau Ilmu tentang rumah tangga mahluk hidup. Yang dimaksud dengan rumah disini adalah “rumah” dalam arti luas.
B A B II
ETIKA LINGKUNGAN HIDUP
Mengapa perlu Etika Lingkungan Hidup ?
Memahami Etika Lingkungan akan membantu kita untuk beberapa hal seperti : pertama, mengembangkan perilaku, baik secara individu maupun kelompok dalam hubungan dengan lingkungan; kedua, mengembangkan sistem sosial dan politik yang ramah terhadap lingkungan serta mengambil keputusan dan kebijakan dengan memperhitungkan dampak terhadap lingkungan. Dengan demikian pertanyaan etis yang diajukan antara lain : ‘Apa yang harus kita lakukan ?’ atau ;”bagaimana kita harus bertindak ?’, khususnya dalam hubungan dengan lingkungan.
Teori- teori Etika Lingkungan
Dalam sejarah perkembangan pemikiran etika lingkungan dapat dibedakan 3 (tiga) model teori etika lingkungan, yaitu Shallow Environtmental ethics/ Antroposentrisme, Intermediate Environmental Ethics/Biosentrisme dan Deep Environtmental Ethics/Ekosentrisme. Ketiga teori ini masing- masing mempunyai cara pandang yang berbeda tentang manusia, alam dan hubungan manusia dengan alam.
Antroposentrisme
Antroposentrisme adalah teori etika yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya mendapat tempat sentral yang memiliki nilai tertinggi dalam tatanan ekosistem, baik secara langsung maupun tidak langsung. Segala sesuatu dalam alam ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh bagaimana ia dapat menunjang kepentingan manusia. Alam dilihat seagai objek , alat dan sarana bagi pemenuhan kepentingan manusia. Teori ini juga berpendapat bahwa nilai dan prinsip moral hanya berlaku bagi manusia dan bahwa kebutuhan dan kepentingan manusia mempunyai nilai paling tinggi dan paling penting Oleh karena itu segala tuntutan dan kewajiban moral terhadap lingkungan –kalau itu ada- hanyalah demi untuk memenuhi kepentingan sesama manusia. Jadi hanya karena tanggung jawab moral terhadap sesama manusia, bukan terhadap alam itu sendiri.
Antoposentrisme juga sangat instrumentalistik. dimana hubungan manusia dengan alam dilihat hanya dalam relasi instrumen. Alam dinilai sebagai alat untuk kepentingan manusia. Kalaupun manusia peduli terhadap alam, itu terjadi karena kepentingan manusia. Alam akan diberi perhatian jika ada hubungannya dengan kepentingan manusia. Jika tidak punya manfaat untuk manusia, maka dia akan ditinggalkan atau dibiarkan. Jadi suatu kebijakan atau tindakan yang berhubungan dengan lingkungan hidup akan dinilai baik jika mempunyai dampak yang menguntungkan bagi kepentingan manusia, khususnya kepentingan yang bersifat Iekonomis.
Pemahaman atau teori etika lingkungan seperti ini dituduh sebagai salah satu penyebab utama krisis lingkungan sekarang ini. Cara pandang antoposentrisme menyebabkan manusia mengeksploitasi dan menguras alam semesta demi memenuhi kepentingan dan kebutuhannya tanpa memperhatikan upaya pelestarian. Terbentuklah pola perilaku yang eksploitatif dan destruktif. Apa saja akan dilakukan terhadap alam demi untuk memenuhi kepentingan manusia. Kepentingan yang dimaksud disini lebih pada kepentingan jangka pendek.
Argumen Antroposentrisme.
Teologi Kristen tentang alam yang bersumber dari ceritera Penciptaan dan pikiran para filsuf seperti Aristoteles, Thomas Aquinas , Rene Descartes dan Immanuel Kant sangat berpengaruh dalam pengembangan cara pandang etika antroposentrisme.Pertama, ceritera tentang Penciptaan dalam kitab Kejadian menyatakan bahwa manusia diciptakan ‘segambar’ dengan Allah (1:26- 28) pada hari keenam sebagai puncak dari seluruh karya penciptaan. Selanjutnya Allah menyerahkan ciptaanNYA (alam semesta dengan isinya) kepada manusia untuk dikuasai dan ditaklukkan.
Ajaran ini telah ditafsirkan bahwa Allah memberi kewenangan penuh pada manusia untuk menggunakan alam untuk dirinya. Ajaran seperti ini yang mendorong manusia untuk mengeksploitasi alam ini demi kepentingannya. Menurut mereka, sejak awal kewenangan itu telah diberikan Allah pada manusia sehingga apapun yang dilakukan manusia terhadap alam tidak perlu dipersoalkan. Alam adalah objek ditangan manusia yang dapat diperlakukan semaunya.
Selain itu, pikiran antoposentrisme juga didasarkan pada kisah tentang ‘pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat’ dalam Kitab Kej. 3. Menurut mereka setelah manusia memakan buah pengetahuan pengetahuan itu, mata mereka menjadi celik, Dalam rantai kehidupan tersebut posisi manusia berada pada tempat yang mendekati maha sempurna. Manusia menempati tempat teratas dari segala ciptaan.
Argumen ini menggaris bawahi apa dikatakan Aristoteles dalam bukunya The Politics dimana antara lain dikatakannya ‘tumbuhan disediakan untuk kepentingan binatang, binatang disediakan untuk kepentingan manusia’. Aristoteles membagi ciptaan ini dalam tingkatan- tingkatan. Maksudnya setiap ciptaan yang lebih rendah ada untuk kepentingan ciptaan yang lebih tinggi. Karena manusia adalah ciptaan yang paling tinggi , maka dia berhak menggunakan seluruh ciptaan untuk kepentingannya. Ia boleh memperlakukan ciptaan yang lebih rendah sesuai dengan kehendaknya untuk memenuhi kebutuhannya. Ketiga, Thomas Aquinas, Rene Decartes dan Immanuel Kant berpendapat bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk bebas dan rasional (the free and rational being). Dia adalah satu2nya makhluk yang mampu menguasai dan menggerakkan aktifitasnya sendiri secara sadar dan bebas. Ia adalah makhluk berakal budi yang mendekati keilahian Tuhan sekaligus mengambil bagian dalam keilahian Tuhan. Ia mampu menentukan apa yang ingin dilakukan dan memahami mengapa ia melakukan tindakan itu. Ia juga mampu mengkomunikasikan apa yang dipikirkannya kepada lainnya sehingga manusia dilihat sebagai yang istimewa diantara segala ciptaan. Kepada manusia itulah Tuhan menciptakan segala sesuatu untuk kepentingannya.
Rene Decartes memiliki pandangan yang lebih spesifik lagi. Menurutnya, manusia mempunyai tempat istimewa diantara segala makhluk sebab hanya manusia yang memiliki jiwa. Dengan jiwa itulah manusia mampu berpikir dan mampu berbahasa. Dengan bahasalah manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya. Binatang tidak mempunyai jiwa yang dapat menyebabkan dia bergerak berdasarkan pemikiran dan pengetahuannya sendiri. Ia hanya bergerak secara mekanis dan otomatis saja.
Biosentrisme.
Tokoh yang berjasa besar bagi etika biosentrisme adalah Albert Schwieser. Ia adalah seorang dokter dan filsuf yang tinggal mengabdikan diri bertahun- tahun di Afrika. Ia adalah pemenang Nobel tahun 1952. Inti teori etika lingkungan Albert Schweitzer adalah “hormat yang sedalam- dalamnya terhadap kehidupan” (referense for life). Menurutnya, etika ini bersumber pada kesadaran bahwa kehidupan itu adalah sakral dan bahwa “seseorang menjalani kehidupan yang menginginkan tetap hidup ditengah kehidupan yang yang menginginkan tetap hidup”. Pemikiran seperti ini akan mendorong orang untuk selalu mempertahankan kehidupan akan sangat menghargai kehidupan itu. Yang dihargai bukan hanya kehidupan manusia, tetapi seluruh kehidupan “yang menginginkan untuk hidup”. Prinsip etis yang berlaku disini adalah “ hal yang baik secara moral adalah mempertahankan kehidupan, sebaliknya menghancurkan kehidupan adalah hal yang buruk dan tercela.”
Etika biosentrisme melihat alam dan seluruh isinya memiliki harkat dan nilai dalam dirinya sendiri di tengah dan dalam komunitas kehidupan di bumi ini. Sehubngan dengan itu, Paul Taylor mengatakan bahwa tanggung jawab moral manusia bukan hanya terhadap sesama manusia, tetapi juga terhadap semua mahluk di bumi ini dalam kepentingan makhluk itu juga. Paul Taylor mendasarkan pandangannya pada 4 (empat) keyakinan, yakni : pertama, keyakinan bahwa manusia adalah anggota dari komunitas kehidupan di bumi dalam arti yang sama dan dalam kerangka yang sama dengan makhluk hidup lainnya; kedua, keyakinan bahwa species manusia bersama dengan species makhluk lainnya adalah bagian dari sistem yang saling tergantung; ketiga, keyakinan bahwa semua organisme adalah pusat kehidupan yang mempunyai tujuannya sendiri. Artinya setiap organisme itu memiliki keunikannya masing- masing; keempat, keyakinan bahwa manusia pada dirinya sendiri tidak lebih unggul dari makhluk lainnya.
Keyakinan- keyakinan diatas mengarahkan manusia untuk melihat dirinya tidak lebih dari makhluk biologis yang sama dengan makhluk biologis lainnya di alam ini. Makhluk yang menempati bumi yang sama, dan di dalamnya ia merupakan bagian dari suatu keseluruhan dan bukan merupakan keseluruhan atau pusat dari alam semesta. Keyakinan tersebut membuat manusia lebih netral dalam memandang makhluk hidup lainnya. Dalam memenuhi kepentingannya, manusia akan lebih terbuka untuk mempertimbangkan dan memperhatikan kepentingan makhluk hidup lainnya, khususnya pada saat terjadi benturan kepentingan dengan makhluk hidup lainnya tersebut.
Tokoh penting lainnya dalam mengembangkan teori biosentrisme adalah Aldo Leopold. Ia adalah seorang ahli dan manejer konservasi hutan. Pengalamannya sebagai seorang yang bekerja di bidang konservasi hutan membawanya pada kesadaran bahwa pekerjaan konversi itu bukan hanya suatu pekerjaan tehnis, tetapi sebagai suatu perwujudan cara pandang dan sikap tertentu terhadap alam, bumi dan tanah. Pekerjaan konservasi adalah suatu perwujudan dari suatu cara pandang yang menempatkan alam semesta sebagai suatu komunitas moral. Cara pandang yang tidak lagi melihat manusia sebagai satu- semesta adalah juga satunya yang bernilai dan menjadi pusat dari segala sesuatu di alam ini. Manusia tidak lagi dilihat sebagai penguasa atau sebagai anggota yang lebih unggul dari pada makhluk hidup lainnya.
Leopold berusaha untuk mendobrak pemikiran yang menempatkan bumi dan segala isinya sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan manusia. Yang ditentangnya adalah cara pandang yang menyatakan bahwa relasi antara manusia dengan alam semesta adalah relasi ekonomis semata. Bumi dan isinya dilihat sebagai objek dalam relasi ekonomis, yang memiliki nilai dan fungsi ekonomis bagi kepentingan manusia. Dalam relasi seperti ini yang diutamakan adalah kekuasaan bukan kewajiban.
Prinsip ini harus dipahami dalam konteks kritik Leopold atas pendekatan mekanistis terhadap lingkungan. Alam hanya dilihat sebagai objek untuk dieksploitasi dan dimanipulasi untuk kepentingan ekonomis. Ada dua persoalan dalam pendekatan seperti ini. Pertama, pendekatan ini mengabaikan kenyataan saling keretantungan dan saling keterikatan dalam alam. Kedua, pendekatan mekanistis menempatkan bumi dan alam semesta sebagai “ benda mati”. Pendekatan ini bertentangan dengan pendekatan ekologis yang menempatkan bumi dan alam semesta dalam perspektif yang lebih luas. Ekologi mengajarkan dan memperkenalkan pada kita tentang bumi yang penuh kehidupan dimana didalamnya yang satu tergantung pada yang lain.
Dengan demikian bumi dan alam semesta bukanlah sekedar “property” di tangan manusia. Bumi dan alam semesta adalah subjek moral sebagaimana halnya manusia yang bernilai pada dirinya sendiri. Komunitas moral yang dikenal dalam kehidupan manusia, diperluas mencakup alam semesta. Jadi etika bumi bermaksud memperluas batas komunitas sehingga mencakup tanah, air, tumbuhan, binatang dan seluruh alam semesta. Etika bumi bermaksud untuk menegaskan dan mengukuhkan hak bumi untuk tetap berada dan berkembang dalam keadaannya yang alamiah.
EKOSENTRISME
Ekosentrisme merupakan pengembangan dari teori biosentrisme. Ada persamaan mendasar antara ekosentrisme dengan biosentrisme. Keduanya mendobrak cara pandang Antroposentrisme yang membatasi pemberlakuan etika hanya pada komunitas manusia. Tetapi keduanya juga punya perbedaan, yakni biosentrisme memperluas pandangan etikanya dengan mencakup seluruh mahluk hidup sedang ekosentrisme memperluas cakupan etika keseluruh kosmos, komunitas alam semesta, baik yang biotis maupun yang abiotis. Ekosentrisme menekankan bahwa kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya terbatas pada mahluk hidup, tetapi mencakup juga mahluk tak hidup.
Salah satu kelompok ekosentrisme yang populer adalah kelompok yang disebut Deep Ecology. Tokoh yang mempopulerkan pandangan ini pada tahun 1973 adalah Arne Naess, seorang filsuf yang berasal dari Norwegia. DE menuntut suatu etika baru yang tidak hanya berpusat pada manusia tetapi pada alam secara keseluruhan dalam kaitannya dengan permasalahan lingkungan hidup. Yang dibaharui adalah manusia dan kepentingannya bukan lagi ukuran bagi segala sesuatu yang lain. Kepedulian DE bukan hanya pada species manusia tapi pada seluruh species di alam semesta ini. Prinsip moral yang dikembangkan DE adalah menyangkut seluruh kepentingan ekologis.
Etika lingkungan hidup yang dikembangkan oleh DE dirancang sebagai sebuah etika praktis, sebagai sebuah gerakan. Artinya prinsip- prinsip etis yang dikembangkan harus dapat diterjemahkan dalam tindakan nyata dan kongkrit. DE menyangkut suatu gerakan yang lebih dalam dan komprehensif yang menuntut suatu pemahaman baru tentang relasi etis yang ada dalam alam semesta, yang kemudian diekspresikan dalam aksi nyata di lapangan. DE lebih tepat disebut sebagai suatu gerakan diantara orang- orang yang mempunyai pandangan dan sikap yang sama terhadap relasi- relasi yang terjadi dalam alam ini, sama- sama mendukung suatu gaya hidup yang selaras dengan alam, sama- sama memper- juangkan isue lingkungan dan politik.
DE dari Arne Naess, harus dipahami dalam latar belakang kritiknya terhadap antroposentrisme atau lebih dikenal dengan Shallow Ecological Movement (SEM). Menurut Naess,pusat perhatian utama SEM adalah bagaimana mengatasi masalah pencemaran dan bagaimana pengurasan sumber daya alam. SEM Pendekatannya lebih tehnis, tidak membutuhkan perubahan dalam kesadaran manusia dan sistem ekonomi. DE justru melihat permasalahan lingkungan dalam suatu perspektif relasional yang lebih luas dan holistic. DE tidak memusatkan perhatian pada dampak lingkungan dan berusaha mengatasi dampak fenomenal tersebut secara tehnis dan parsial. DE lebih berusaha untuk melihat akar permasalahan kerusakan dan pencemaran lingkungan secara lebih komprehensif dan holistic, untuk kemudian mengatasinya secara lebih mendalam, dengan juga memperhatikan aspek sosial dan manusia yang terlibat didalamnya.
Naess melihat bahwa krisis lingkungan sebenarnya disebabkan oleh faktor yang lebih fundamental, yaitu sebab filosofis. Kesalahan fundamental pada cara pandang manusia tentang dirinya, alam dan tempat manusia dalam alam.
Yang dibutuhkan adalah perubahan fundamental dan revolusioner yang menyangkut transformasi cara pandang dan nilai, baik secara pribadi maupun budaya, yang skhirnya akan mempengaruhi struktur dan kebijakan ekonomi dan politik. Perubahan cara pandang yang diikuti oleh perubahan mental dan tingkah laku, akan tercermin dalam gaya hidup, baik secara individu maupun kelompok budaya.
PRINSIP- PRINSIP ETIKA LINGKUNGAN HIDUP
Beberapa prinsip Etika Lingkungan yang dikemukakan oleh Dr. Sonny Keraf sebagai berikut :
1. Sikap hormat terhadap alam (respect for nature)
Hormat terhadap alam merupakan prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya. Seperti halnya setiap anggota komunitas sosial mempunyai kewajiban untuk menghargai kehidupan bersama, demikian pula setiap anggota komunitas ekologis harus menghargai dan menghormati setiap kehidupan dan spesies dalam komunitas ekologis itu.
Dengan kata lain, alam mempunyai hak untuk dihormati, tidak saja karena kehidupan manusia tergantung pada alam, tapi karena manusia itu sendiri adalah bagian integral dari alam. Manusia juga berkewajiban menghargai hak setiap mahluk hidup untuk berada, hidup dan tumbuh dan berkembang secara alamiah sesuai dengan tujuan penciptaannya.
2. Prinsip tanggung jawab (moral responsibility for nature)
Sebagai bagian integral dari alam, manusia mempunyai tanggung jawab terhadap alam, terhadap keberadaan dan kelestarian setiap bagian dan benda yang ada dalam alam semesta. Dengan prinsip tanggung jawab ini maka setiap orang dituntut untuk bertanggung jawab memelihara alam semesta ini sebagai mlik bersama . Tanggung jawab untuk memelihara alam karena alam itu memiliki nilai pada dirinya sendiri.
3. Prinsip solidaritas kosmis (cosmic solidarity)
Kesadaran bahwa manusia sederajat dan setara dengan alam membangkitkan dalam diri manusia perasaan solider, perasaan sepenanggungan dengan alam dan dengan sesama mahluk hidup lain. Manusia bisa merasakan apa yang dirasakan oleh alam. Bila alam menjadi sakit karena pencemaran, maka manusia pun akan dapat merasakan hal itu. Prinsip solidaritas kosmis ini akan mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan, menyelamatkan alam semesta. Solidaritas kosmis berfungsi sebagai pengendali moral, semacam tabu dalam masyarakat tradisional, untuk mengharmoniskan perilaku manusia dengan batas- batas keseimbangan ekosistem.
4. Prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam (caring for nature)
Sebagai sesama anggota komunitas ekologis yang setara, manusia digugah untuk mencintai, menyayangi alam semesta tanpa diskriminasi dan tanpa dominasi. Kasih sayang dan kepedulian ini muncul dari kenyataan bahwa sesama komunitas ekologis, semua mahluk hidup mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, dirawat dan tidak disakiti. Dalam perspektif DE, justru dalam mencintai alam, manusia menjadi semakin merealisasikan dirinya sebagai mahluk ekologis. Manusia akan tumbuh berkembang bersama alam, dengan segala watak dan kepribadian yang tenang, damai dan penuh kasih sayang’
5. Prinsip “No Harm”
Kewajiban dan tanggung jawab moral terhadap alam akan menjauhkan manusia dari sikap atau tingkah laku yang dapat menyakiti alam. Manusia tidak akan melakukan hal- hal yang dapat merugikan atau menyiksa mahluk lain.
6. Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam.
Dengan prinsip ini, yang ditekankan adalah nilai, kualitas, cara hidup yang baik. Dengan demikian yang menjadi standar adalah mutu kehidupan, bukanlah kekayaan, sarana dan material.
Prinsip ini penting karena, pertama, krisis ekologi biasanya terjadi karena pandangan antroposentris yang hanya melihat alam sebagai objek eksploitasi dan pemuas kepentingan manusia. Kedua, krisis ekologi terjadi karena pola dan gaya hidup masyarakat yang konsumtif, tamak dan rakus.
7. Prinsip keadilan.
Prinsip ini tidak berbicara tentang perilaku manusia terhadap alam, tetapi lebih memperhatikan tentang bagaimana manusia harus berperilaku satu terhadap yang lain dalam kaitan dengan alam semesta.Yang diperhatikan jugaadalah bagaimana sistem sosial harus diatur agar berdampak positif pada kelestarian lingkungan hidup. Dalam hal ini , prinsip keadilan terutama berbicara tentang akses yang sama bagi semua kelompok dan anggota masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian alam, sekaligus juga dalam ikut menikmati pemanfaatan sumberdaya alam.
Dengan demikian prinsip keadilan ini telah masuk dalam wilayah politik ekologi, dimana pemerintah dituntut untuk membuka peluang dan akses yang sama bagi semua kelompok dalam penentuan kebijakan publik (khususnya di bidang lingkungan hidup) dan keseimbangan memanfaatkan alam bagi kepentingan vital manusia.
8. Prinsip demokrasi
Prinsip demokrasi terikat erat dengan hakikat alam. Karena alam semesta ini terdiri dar i keragaman yang saling terkait satu dengan yang lain dalam suatu sistem yang teratur. Prinsip demokrasi sangat relevan dalam bidang lingkungan, terutama dalam kaitan dengan pengambilan kebijakan yang menentukan baik- buruk, tercemar- tidaknya lingkungan hidup.
9. Prinsip integritas moral (Moral Integrity)
Prinsip ini sangat erat kaitannya dengan pengambilan keputusan etis. Contoh : pelaksanaan tugas melaksanakan Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL). Hasil dari AMDAL akan sangat ditentukan oleh sikap moral dari pelaksananya. Petugas yang hanya mementingkan dirinya sendiri, yang tidak memiliki integritas moral, kemungkinan besar hasil AMDAL nya akan merugikan lingkungan dan sesama manusia, bahkan generasi yang akan datang.
B A B I I I
EKOLOGI DAN PEMAHAMAN ALKITABIAH
Bagian ini akan membahas cara pemahaman Alkitab yang relevan terhadap krisis ekologis.Tentu akan muncul pertanyaan ‘apakah mungkin, Alkitab yang ditulis beberapa abad yang silam punya relevansi dengan lingkungan dan segala permasalahannya yang dihadapi manusia pada abad modern ini ?’ Pertanyaan ini menantang kita untuk mendekati beberapa bagian Alkitab, tetapi tanpa maksud untuk memaksakan Alkitab bicara tentang lingkungan hidup dengan segala permasalahannya.
1. Kejadian 1 & 2
Telah kita pelajari bersama pada bab yang mendahului yang mengatakan bahwa perintah Allah dalam Kej 1: 28 terutama kata ‘taklukkanlah’ dan ‘berkuasalah’ merupakan salah satu alasan yang dipakai oleh kelompok ‘Antroposentrisme’ dalam mengemukakan teorinya tentang hubungan manusia dengan ciptaan lainnya, bahkan dengan alam secara keseluruhan. Dengan berdasar pada Kitab Kejadian 1 &2, penganut Antroposentrisme menempatkan manusia sebagai pusat ciptaan yang lebih mulia dari ciptaan lainnya dan punya kewenangan untuk memperlakukan ciptaan sesuai dengan kehendaknya.
Penafsiran ayat- ayat Alkitab secara parsial, dengan melepaskan ayat tersebut dari konteks secara utuh akan menghasilkan pemikiran yang mungkin menyimpang dari maksud penulis. Seperti halnya melepaskan ayat 28 Kejadian 1 dari seluruh konteks cerita penciptaan dalam Kejasdian 1 &2. Penafsiran Kejadian 1:28, haruslah dilihat dalam seluruh konteks cerita penciptaan.
Kejadian 1 & 2 berisi cerita dua versi kisah penciptaan oleh Allah. Menarik sekali bila kita perhatikan bagaimana penilaian Allah terhadap hasil ciptaanNYA, seperti berikut ini : Kej. 1 : 4 “Allah melihat bahwa terang itu baik . . .”; Kej. 1: 10 “Allah melihat bahwa semuanya itu baik”; Kej. 1:12 “Allah melihat bahwa semuanya itu baik”; Kej 1:18b “Allah melihat bahwa semuanya itu baik; Kej. 1: 21b “Allah melihat bahwa semuanya itu baik”; Kej. 1: 25b “Allah melihat bahwa semuanya baik”; Kej 1:31 “Maka Allah melihat segala yang dijadikannya itu sungguh amat baik.” Ayat- ayat diatas menunjukkan pada kita bahwa setiap kali Allah menciptakan dari hari pertama sampai hari keenam, Allah memberi penilaian atas hasil ciptaanNYA. Satu demi satu, setiap hari, Allah menilai hasil ciptaanNYA sebagai sesuatu “yang baik”.
Oleh karena itu Kej. 1 :28 yang mengatakan :’Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka :” Beranak cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan- ikan dilaut dan burung- burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.’, haruslah dipahami dalam kerangka maksud ciptaan Allah ‘yang baik’ itu. Dalam melaksanakan perintah tersebut, manusia berkewajiban untuk tetap menjaga agar ciptaan yang baik tetap terpelihara dan berkesinambungan dari satu generasi ke generasi berikutnya – sampai ke anak cucu ---
Mandat yang diberikan Allah kepada manusia untuk memanfaatkan alam bagi kebutuhannya haruslah dilaksanakan dengan bertanggung jawab. Manusia tidak diperintahkan untuk mengeksploitasi ciptaan sesukanya. Perhatikan perintah untuk menaklukkan dan menguasai alam, didahului dengan perintah ‘beranak cucu dan bertambah banyak’. Itu berarti, dalam melaksanakan perintah menaklukkan dan menguasai alam, manusia harus tetap memperhatikan kebutuhan anak cucu dan kemaslahatan banyak orang.
Hal yang juga penting kita perhatikan dari kisah penciptaan dalam Kejadian 1 adalah urut- urutan penciptaan, sebagai berikut :
• Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama. (ay. 5)
• Lalu Allah menamai cakrawala itu langit. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari kedua. (ay. 8)
• Berfirmanlah Allah :”Hendaklah segala air berkumpul pada satu tempat, sehingga kelihatan yang kering. Dan jadilah demikian. Lalu Allah menamai yang kering itu darat, kumpulan air itu dinamaiNya laut. Berfirmanlah Allah :”Hendaklah tanah menumbuhkan tunas- tunas muda, tumbuh- tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon buah- buahan yang menghasilkan buah yang berbiji, supaya ada tumbuhan di bumi. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari ketiga. (ay. 10-13).
• Berfirmanlah Allah :”Jadilah benda- benda penerang pada cakrawala untuk memisahkan siang dari malam. . . Maka Allah menjadikan kedua benda penerang itu, yakni yang lebih besar menguasai siang dan yang lebih kecil menguasai malam, dan menjadikan juga bintang- bintang . . . Jadilah petang, jadilah pagi, itulah hari keempat. (ay. 14 -19)
• Berfirmanlah Allah :”Hendaklah dalam air berkeriapan mahluk yang hidup, hendaklah burung beterbangan diatas bumi melintasi cakrawala”. Maka Allah menciptakan binatang- binatang laut yang besar dan segala jenis mahluk hidup yang bergerak, yang berkeriapan dalam air, dan segala jenis burung yang bersayap. . . Jadilah petang dan jadilah pagi. Itulah hari kelima. (ay. 20- 23)
• Berfirmanlah Allah :”Hendaklah bumi mengeluarkan segala jenis mahluk yang hidup, ternak dan binatang melata dan segala jenis binatang liar.” . . . Berfirmanlah Allah :”Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita . . . Maka Allah menciptakan manusia menurut gambarNya, menurut gambar Allah diciptakannya dia; laki- laki dan perempuan diciptakannya mereka. . . Jadilah petang dan jadilah pagi itulah hari keenam. (ay. 26- 31)
Dari urut- urutan ciptaan kita melihat, bahwa Allah lebih dahulu menciptakan bumi dan segala isinya termasuk alam semesta. Setelah semuanya selesai barulah Allah menciptakan manusia sebagai ciptaan yang terakhir. Pada satu pihak, hal ini menyatakan bahwa segala sesuatu telah disediakan Allah untuk kebutuhan manusia, barulah Allah menciptakan manusia. Karena manusia tidak dapat melanjutkan hidup tanpa ciptaan yang lain. Tetapi pada pihak lain, kita melihat bahwa sejak penciptaan, Allah telah memperlihatkan bahwa langit dan bumi serta segala isinya dapat melanjutkan kehidupannya walaupun tanpa manusia, Seandainya manusia tidak diciptakan, langit, bumi serta segala isinya akan tetap ada, hidup dan berlanjut. Dengan kata lain, dapat kita katakan bahwa langit , bumi dan isinya penting dan dibutuhkan manusia, tetapi langit, bumi dan isinya, pada dirinya, tidak membutuhkan manusia. Oleh karena itu manusia wajib menghormati alam dan segala isinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar